LenteraTimes.com - “Sebenernya mereka cuma iseng bikin animasi. Tapi itu juga bukan tanpa alasan. Mereka merasa resah karena banyak konten negatif di internet,” ujar seorang pria sembari bernostalgia.
Jumat (19/11/2021), menjadi hari di mana seorang animator sekaligus illustrator di sebuah perusahaan startup Kok Bisa, mencurahkan pemikirannya. Franky Nugraha namanya. Laki-laki lulusan Shanghai University, China itu mengenang kembali perjuangannya saat menjadi bagian dari tim Kok Bisa sejak tahun 2019.
Sebelumnya ia menceritakan mengenai Kok Bisa, perusahaan edukasi berbasis kanal YouTube yang terbentuk pada tahun 2015. Kok Bisa merupakan sebuah platform media yang bergerak pada bidang edukasi yang disalurkan dalam sebuah video cerita animasi. Ia mewakili Co-founder Kok Bisa, menyampaikan bahwa pada saat itu sudah banyak video edukasi berbentuk animasi yang terkenal di luar negeri, tetapi di Indonesia sendiri belum ada.
“Tadinya mereka iseng, coba-coba buat. Awalnya dapet satu view aja udah seneng banget. Bahkan satu view bisa mereka sendiri yang tonton,” ujarnya menahan gelak tawa.
Saat disinggung mengenai cara kerja Kok Bisa selama ini, ia banyak menceritakan proses pengerjaannya.
“Konten negatif banyak banget, kita nggak bisa kontrol juga. Jadi cara kita adalah membanjiri dengan konten positif. Dan Kok Bisa bukan bikin video aja. Ada workshop, juga ada acara namanya Akademi Edukreator, di mana kita mengundang content creator untuk melakukan pelatihan dengan harapan semakin banyak yang buat konten positif itu,” terangnya menjelaskan berbagai kegiatan yang dilakukan Kok Bisa.
Baginya, Kok Bisa tidak semata-mata terbentuk dan terkenal seperti sekarang. Banyak kesulitan dan benturan yang ditemui dalam proses perjalanan. Mulai dari yang awalnya hanya beranggotakan sedikit orang, di mana mereka akhirnya bahu-membahu dalam proses produksi hingga distribusi konten. Tentu bukan hal mudah untuk menjaga komitmen hingga saat ini.
Sampai akhirnya Kok Bisa bergabung dalam Rombak Pola Pikir Media dan diakuisisi oleh Tempo. Perjalanan panjang mereka lalui hingga Kok Bisa saat ini menjadi platform edukasi animasi terbesar di Indonesia.
Franky sempat termenung dan memikirkan kembali saat ditanyakan mengenai respon yang diterima oleh Kok Bisa. Sebab menurutnya, tidak semua netizen sependapat dengan konten-konten yang diproduksi oleh Kok Bisa. Dan itu hal yang wajar karena baginya, semua berhak untuk berpendapat dan memiliki perspektif yang berbeda.
“Namanya netizen, pasti ada juga haters-nya, sesimpel suara VO (voice over) yang dihujat, dibilang ngeselin. Ya itu bisa jadi tantangan juga dan bikin kita berhenti. Tapi justru dari halangan itu, Kok Bisa tumbuh semakin kuat.”
“Walaupun ada haters, pasti ada yang suka juga dong. Dari respon yang diberikan, banyak juga yang bilang kalau konten itu berdampak positif buat mereka,” tambahnya dengan semangat untuk menjelaskan beberapa respon yang mereka terima sebagai kanal edukasi di YouTube.
Meski demikian, layaknya manusia biasa, dalam menjalani tanggung jawabnya sebagai animator dan illustrator, Franky terkadang menemui kesulitan secara pribadi. Ia bisa merasa jenuh dan lelah dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
“Walaupun kita kerja sesuai passion, tapi ada aja yang namanya jenuh. Namanya juga animator. Ngerjain sampe harus begadang. Makanya ada titik di mana mood-nya emang lagi ngga pengen bikin,” tuturnya saat menyampaikan beberapa keluhan yang dimiliki.
Namun ia akhirnya tetap bisa mengatasi hal tersebut dengan mencoba hal baru yang belum pernah dilakukannya sebagai selingan. Franky sendiri juga menjadi volunteer People Operations di Rombak Media pada bagian perekrutan karyawan. Ia merasa bahwa hal tersebut penting agar dirinya tidak terlalu jenuh dengan rutinitas sebagai animator sekaligus illustrator yang harus diembannya.
“Aku butuh selingan juga. Tujuannya lebih menantang diri sendiri, nyobain hal baru yang belum pernah dilakuin.” jelasnya untuk menunjukkan cara lain menghadapi burn-out atau kejenuhan yang dirasakannya tadi."