Kemudian Tuhan menjawab bahwa mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri, karena mereka hanya berdoa dan menyembah Tuhan sepanjang hidup mereka, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar, sehingga banyak kekayaan di negeri mereka sendiri yang dirampas oleh orang asing, dan mereka anak cucu sendiri hidup dalam kemiskinan.
Baca Juga: Sindir YouTuber Sombong, Bunga Zainal: Harus Sopan dan Jaga Attitude
Dari cerita Ajo Sidi, mungkin kakek penjaga surau itu tersinggung dan frustasi. Karena sang kakek hanya beribadah dan memuji Tuhan semasa hidupnya, sehingga tidak memiliki istri, anak dan cucu. Sang kakek merasa marah dan frustasi, dan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.
Padahal, dari garis besar sinopsi di atas, kita bisa menangkap dengan jelas tema cerita "Robohnya Surou Kami". Tema cerita ini adalah kehidupan yang dikehendaki Tuhan.
Hidup yang Tuhan kehendaki bukan hanya beribadah dan memuji nama-Nya terus-menerus, menjalankan perintah agama dengan baik, tetapi juga hidup yang peka terhadap lingkungan sekitar. Karena beribadah saja tidak cukup. Ibadah harus dibarengi dengan kerja keras dan kepedulian terhadap sekitar kita, terutama anak, cucu, keluarga, dan semua orang di sekitar kita.
Baca Juga: Mengenal Gitasav yang Trending di Twitter, Berikut Faktanya!
Kita semua tahu bahwa tidak ada yang salah dengan menyembah dan memuji Tuhan dan mengikuti ajaran agama. Namun, ada kalanya manusia beribadah dengan baik agar bisa masuk surga setelah meninggal.
Ini sebenarnya adalah pemikiran yang sangat egois, dan dalam cerita "Robohnya Surau Kami", Tuhan tidak hanya menyukai orang yang egois dalam hidup. “Imbangilah ibadahmu yang baik dengan kerja keras untuk menyejahterakan hidupmu serta hidup keluarga, saudara, dan semua orang disekitarmu”, mungkin inilah yang ingin penulis sampaikan melalui cerpen Informasi “Robohnya Surau Kami” ini.
Cerpen karya AA. Navis ini berlatarkan sebuah desa kecil dengan sebuah surau yang dulunya sangat rindang dan nyaman, namun kini sudah sangat usang karena ditinggalkan oleh para penjaga surau. Keusangan surau melambangkan ketidaktahuan manusia yang tidak mau lagi memelihara apa yang tidak lagi dipertahankan, seperti kutipan cerpen berikut ini:
Baca Juga: Sebut Childfree Bikin Awet Muda, Gitasav Digeruduk Netizen
“Jika tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.”
Selain itu, cerpennya berlatarkan akhirat dan neraka. Dalam cerita Ajo Sidi, Akhirat adalah tempat Haji Saleh menunggu giliran untuk diadili oleh Tuhan. Neraka adalah tempat Haji Sleh bertemu dengan jamaah lain yang taat sehingga mereka mengadakan demonstrasi menentang Tuhan karena tidak terima akan masuk neraka.
Dari segi penokohan, tokoh-tokoh dalam cerpen ini relatif sederhana, namun mampu menunjukkan kelebihan dan ciri khas masing-masing tokoh. Empat tokoh muncul dalam cerpen ini, kakek, Aku, Ajo Sidi, Haji Saleh , istri tokoh saya, dan istri Ajo Sidi.
Baca Juga: Tips Cara Mengatasi Gejala Penyakit Muntaber, Simak Ulasan di Sini
Si kakek adalah tokoh utama (protagonis) dari cerpen ini. Tokoh kakek digambarkan sebagai seorang tua penjaga surau yang sangat patuh dalam menegakkan ajaran agama. Dia mendedikasikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah dan merawat Surau.
Artikel Terkait
Yuk Simak Puisi Terkenal Krya Chairil Anwar
Simak Nih Novel yang Menceritakan Perbedaan Ras dan Ekonomi
Yuk Simak Novel Karya Asrul Sani
Yuk Simak Ulasan Sebuah Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Toh
Simak Nih Ringkasan Novel Ayat-Ayat Cinta