Siapa Aja Sih Arsitek-Arsitek Indonesia Lulusan Jerman?

photo author
- Selasa, 6 Desember 2022 | 13:15 WIB
Arsitek-Arsitek Indonesia Lulusan Jerman (IStockphoto.com)
Arsitek-Arsitek Indonesia Lulusan Jerman (IStockphoto.com)

LENTERATIMES - Belum lama setelah pengakuan kedaulatan, Indonesia, khususnya ibu kota Jakarta, menjadi bergolak.  Sejak awal tahun 1950-an, beberapa proyek pembangunan perkotaan dan pembangunan infrastruktur telah dilaksanakan, seperti pembangunan kota satelit Kebayoran Baru, pembangunan sarana penjernihan air Pejompongan, dan pembangunan perumahan Grogol.

Namun perkembangan fisik kota yang pesat tidak dibarengi dengan munculnya perencana profesional, khususnya arsitek. Banyak Arsitektur dari masa pra-pendudukan di Jepang dan Belanda tidak lagi berpraktik. Hampir semua warga Belanda ditahan di kamp interniran dan hidup dalam kesengsaraan.

Baca Juga: Inter Milan Ngamuk!, Bantai Gzira United 6-1

Banyak dari mereka meninggal atau kembali ke Belanda setelah tahun 1945. Sementara banyak yang kembali ke praktik kedokteran, hanya sebagian kecil yang mampu mengabdikan diri untuk pendidikan.

Hingga tahun 1960, hanya ada satu sekolah di Indonesia yang menawarkan pendidikan tinggi arsitektur. Berdirinya pendidikan tinggi ilmu konstruksi di Technische Hogeschool Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB) sejak tahun 1920 merupakan kelanjutan dari sistem sekolah pertukangan (Ambachtsschool) dan sekolah teknik rendah (Lagere Technischeschool) yang telah ada sejak abad ke-19.

Beberapa kota sejak akhir abad. Sistem pendidikan ini pernah dirancang untuk menghasilkan pekerja teknik pribumi yang terampil untuk mengerjakan proyek pekerjaan umum kolonial. Diharapkan para pembangun lokal dapat melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah mulai dari perencanaan hingga konstruksi di bawah kepemimpinan para insinyur Belanda.

Baca Juga: Simak Obat Alami untuk Mencegah Penyakit Kanker Usus Besar

Pada masa kemerdekaan, sistem pendidikan teknik di Indonesia tetap mengikuti sistem yang berlaku di Belanda. Tahun 1947 sampai 1959, “Bagian Arsitektur” (dulu disebut Jurusan Arsitektur) Fakultas Teknik Universitas Indonesia (dulu disebut ITB) di Bandung mengikuti model yang sama, yaitu setara dengan kurikulum pendidikan teknik di Barat.

negara-negara Eropa, menekankan keterampilan teknik dan Pengetahuan spesialisasi. Profesor Vincent Rogers van Romondt (1903-1974) - Ketua Jurusan Arsitektur FT UI Bandung - mendefinisikan profesi arsitek sebagai “seniman yang berpengetahuan insinyur, insinyur yang berjiwa seniman,” dan mampu “menyelesaikan persoalan-persoalan sampai ke dasar yang berhubungan dengan bentuk dan konstruksi.”

Peluang Belajar di Luar Negeri

Baca Juga: Ternyata Ini Dia, Daerah Penghasil Padi Terbanyak di Jawa Barat

Pada pertengahan 1950-an, satu-satunya sekolah arsitektur di Indonesia mengalami krisis guru. Sebelumnya, Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Universitas Indonesia memiliki kurang dari lima guru semuanya orang Belanda yang mengajar puluhan mahasiswa Indonesia.

Situasi memburuk pada pertengahan 1950-an, ketika hubungan antara Indonesia dan Belanda kembali memanas karena sengketa wilayah atas Papua. Semua staf pengajar Belanda di Bandung kecuali Prof. van Romondt harus meninggalkan Indonesia, meninggalkan mahasiswa Indonesia tanpa dosen.

Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang mendorong sebagian mahasiswa Indonesia melanjutkan pendidikan di Technische Hogeschool di Delft.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Zahra Fitria Rozi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X