LenteraTimes.com - Dugaan pemerkosaan terjadi di Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi sorotan publik akhir-akhir ini setelah beritanya diangkat di media Project Multatuli. Ada 3 anak terduga korban (di bawah umur) dan terduga pelaku adalah ayah kandung sendiri yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara di daerah setempat.
Pada tanggal 16 Oktober 2021 kami mendapatkan informasi bahwa Ibu Lydia (bukan nama sebenarnya), narasumber berita yang berani bersuara atas dugaan pemerkosaan itu dilaporkan ke Polda Sulawesi Selatan oleh terduga pelaku atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berdasar Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman UU ITE diatur bahwa bahwa "Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan dulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/pencemaran nama baik UU ITE".
Untuk itu, Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE) menilai Kepolisian Republik Indonesia harus menghentikan penyelidikan laporan dari bekas suami atau terduga pelaku ke ibu terduga korban.
Kami juga mengingatkan bahwa ada Undang-Undang 40/1999 tentang Pers telah mengatur bahwa sengketa pers ditangani oleh Dewan Pers, bukan Polri. Pelaporan ke Ibu Lydia sebagai narasumber berita telah jelas-jelas mencederai kebebasan pers.
Terakhir, kami mendesak kepada pemerintah bahwa UU ITE harus direvisi, karena rawan dipakai mengkriminalisasi warga seperti kasus Ibu Lydia.