LBH Jakarta Soroti 10 Permasalahan Selama Empat Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan

photo author
- Kamis, 21 Oktober 2021 | 13:41 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.(VOI/Diah Ayu Wardani)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.(VOI/Diah Ayu Wardani)

LenteraTimes.com - Dalam kertas posisi "Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan Di Ibukota", LBH Jakarta menyoroti sepuluh permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta dan refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan di DKI Jakarta.

 

Berikut adalah 10 permasalahan selama empat tahun masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan di DKI Jakarta.

 

1. Sesak nafas warga Jakarta akibat polusi 

Udara di DKI Jakarta kerap kali dikategorisasikan tidak sehat dan sudah melalui batas baku mutu udara ambien harian (konsentrasi PM 2,5 melebihi 65 ug/m3) jika dipantau melalui website pemantau udara air visual IQAir. Bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan parameter pencemar yang telah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN). Hal ini memberikan dampak buruk, setidak-tidaknya 58,3% warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara yang terus meningkat setiap tahun.

 

Gugatan warga negara yang dimenangkan pada 16 September 2021 direspon dengan tidak banding oleh Gubernur DKI Jakarta. Meski demikian, rencana aksi yang konkrit dan partisipatif bagi seluruh warga DKI Jakarta sangat dibutuhkan demi menanggulangi polusi udara di DKI Jakarta secara komprehensif.

 

2. Sulitnya akses air bersih bagi si miskin di Ibukota

Kualitas air di DKI Jakarta kian hari kian buruk, pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu/kualitas air yang buruk dan memburuknya kualitas air tersebut tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat. Permasalahan-permasalahan ini utamanya dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk dan lingkungan tempat tinggal masyarakat tidak mampu di Ibukota. Dengan kualitas dan daya jangkau air bersih yang buruk tersebut, DKI Jakarta ternyata merupakan kota dengan harga air termahal di Asia Tenggara, yakni 7,200/M2. Harga ini tentu saja bukan nilai yang kecil bagi kelompok masyarakat miskin kota yang berpenghasilan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.

 

Tingginya harga air ini disebabkan oleh swastanisasi air yang telah berlangsung sejak tahun 1998. Gubernur DKI Jakarta yang sejak awal kepemimpinannya menyatakan akan menghentikan swastanisasi air, pada kenyataannya belum mewujud nyatakan hal tersebut hingga 4 tahun kepemimpinannya di Ibukota.

 

3. Penanganan banjir Jakarta masih belum mengakar pada beberapa penyebab banjir

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tegar Herlambang

Tags

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X