LENTERATIMES.com - Dalam beberapa tahun terakhir, arah Polugri memang membingungkan. Indonesia telah menolak proposal untuk memasukkan pelanggaran hak asasi manusia oleh China ke dalam agenda PBB.
Kisruh sikap Indonesia jelang pertemuan G20 itu karena rencana pernyataan untuk mengusir Rusia dari Ukraina. Anggota kabinet enggan berbicara menentang AS. Pujian untuk China tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sama Rusia. Nyatanya, lapangan Rusia mengalami kemunduran karena melawan Ukraina.
Xi Jinping kembali dipukuli oleh para demonstran di daratan Tiongkok, yang bahkan menuntut pembubaran PKC. Sejak demonstrasi populer di Pakistan dan Sri Lanka, diikuti oleh demonstrasi di Iran dan China, lebih mudah untuk memahami peta dunia yang akan segera diselesaikan.
Baca Juga: Preview Australia vs Denmark, Piala Dunia 2022
Turki muncul sebagai perwakilan Islam. Iran menjadi semakin sulit berfungsi di dunia. Upaya Indonesia menjadi juru damai antara Ukraina dan Rusia tidak mendapat tanggapan dari semua pihak yang berkonflik.
Nyatanya, Turki berperan, meski tidak berbicara, dan saya ulangi, hentikan perang. AUKUS dan sekutunya memilih Islam sebagai mitranya, tentunya setelah melalui pertimbangan yang matang.
Islamofobia telah gagal melumpuhkan Islam, bahkan di China. Jika Jinping selamat, tentu dia akan berteman dengan orang Uighur.
Baca Juga: Ibu-ibu Haters Dewi Persik Tersangka ITE, Winarsih Sujud Memohon Ampun
Islam juga memiliki potensi ekonomi yang tentunya menjadi pertimbangan. Sebagai penggagas Konferensi Islam Asia-Afrika, Indonesia harus memiliki sikap terhadap perubahan yang terjadi di dunia akhir-akhir ini.
Kepemimpinan Turki tampaknya diterima oleh negara-negara Konferensi Islam. Terserah terminolog untuk menyebut ini politik identitas.
Padahal, AUKUS dan sekutunya percaya bahwa Turki adalah wakil Islam. AUKUS dan sekutu membutuhkan keseimbangan.
Baca Juga: Preview Meksiko vs Arab Saudi, Piala Dunia 2022
Mereka tidak ingin menjadi orang hebat di Kekaisaran Romawi. Setiap orang dibenci. Status China dan Rusia sebagai pesaing dan sekutu AUKUS semakin sulit dipertahankan.
Fakta ini bisa menyakitkan bagi pemerintah Indonesia yang percaya bahwa Perang Dingin tahun 1960-an belum berakhir dan dunia terbagi menjadi dua bagian, Timur dan Barat. Saat itu, timur adalah timur, barat adalah barat, tidak pernah bertemu.
Artikel Terkait
AKBP Doni Hermawanyang Kapolres Cianjur yang Trending di Media Sosial
Tidak Ada Korban Jiwa, Inilah Kronologi Pipa Air Menyembur di Garut
Berikut Daftar Nama Calon KSAL Jenderal Bintang 3, yang Akan Menggantikan Yudo Margono
Manajemen STAN Ikanas Jateng Diluncurkan, Siap Bermitra dengan Instansi
Simak Cara Halus Soeharto Tolak 3 Letjen Jadi Panglima TNI