LenteraTimes.com - Ratu Kalinyamat adalah tokoh wanita Jepara yang kebesarannya seringkali berada dibawah bayang-bayang tokoh wanita besar lain dari Jepara : R.A Kartini. Padahal pada masanya, Ratu Kalinyamat benar- benar disegani oleh lawan maupun kawannya.
Pada periode kerajaan Demak, gunung Muria/ Jepara masih dipisahkan oleh selat dangkal dengan pulau Jawa (saya juga baru tahu, karena tidak pernah dikasih tahu sama guru-guru sejarah), sehingga Demak menjadi sangat maju. Beras dan produk lain dari pedalaman Jawa diangkut ke Demak yang berfungsi sebagai pelabuhan ekspor utama Jawa ke Malaka. Lambat laun terjadi pendangkalan di selat Muria, sehingga pulau Jepara/ Gunung Muria akhirnya menyatu dengan Pulau Jawa. Kudus dan Pati yang tadinya berada di tepi selat, kemudian menjadi daratan yang berada di pedalaman.
Setelah pulau Muria bersatu dengan pulau Jawa, perdagangan ekspor-impor kemudian bergeser dari Demak ke Jepara. Pelabuhan Jepara lebih terlindung sehingga lebih disukai selain juga Ratu Kalinyamat sendiri berjiwa pedagang, sehingga pintar melayani kebutuhan mereka. Jadi sejak kematian Sultan Trenggana pada 1546 terjadi pergeseran di Jawa, yaitu pusat pemerintahan (politik) bergeser dari Demak ke daerah pedalaman Pajang sementara pusat perdagangan (ekonomi) beringsut pindah dari Demak ke Jepara. Pelabuhan Jepara saat itu ber-ibukota di Kalinyamat, sehingga Ratu Kalinyamat juga disebut Ratu Jepara oleh para pedagang.
Ratu Kalinyamat adalah tokoh Jawa yang terkenal di Melayu dan disebut Portugis sebagai "Ratu Jepara, seorang wanita yang berkuasa dan sangat kaya". Ketika sang Ratu membuat sayembara "barang siapa bisa membunuh Arya Penangsang akan kuberikan seluruh hartaku", maka itu benar-benar menunjukkan tingkat kekayaannya yang luar biasa. Nantinya sebagian kekayaan itu digunakan untuk pembangunan Mataram ketika Sutawijaya berhasil membunuh Arya Penangsang.
Sudah sejak lama Ratu Kalinyamat tidak suka dengan kehadiran bule-bule Portugis di Malaka. Pada 1550 Raja Johor menulis sepucuk surat dan mengajak Ratu untuk bersama- sama menyerang Portugis di Malaka. Dari 200 kapal penggempur sekutu melayu ini, sekitar 20% nya merupakan kapal dari Jepara yang membawa 5.000 prajurit. Pasukan Jepara menyerang Malaka dari utara dan merebut pemukiman pribumi untuk dijadikan landasan serangan berikutnya. Sayangnya, sekutu melayu kemudian mengendurkan kepungan karena takut kapal-kapal Portugis di laut akan ganti menyerang pelabuhan-pelabuhan mereka dengan meriam- meriamnya. Walaupun begitu, orang Jawa masih terus melanjutkan pengepungannya tetapi begitu prajurit Portugis membalas serangan dengan sengit maka merekapun mulai terdesak. Akhirnya mereka mundur ke pantai dan kapal-kapalnya. Hanya sekitar separuh dari kapal dan prajurit Jepara yang akhirnya bisa pulang kembali ke Jepara.
Sekalipun mengalami kekalahan, Ratu Kalinyamat masih aktif memerintah dan tidak jera menunggu kesempatan penyerangan berikutnya.
Dua puluh lima tahun kemudian yaitu di 1574, Ratu Kalinyamat sekali lagi menyerang Malaka. Kali ini bersekutu dengan kerajaan Aceh. Sayangnya kedatangan pasukan Jepara ini terlambat dari jadual sehingga tidak bisa melakukan serangan serentak bersama pasukan Aceh.
Armada yang dikirimkan Jepara malah jauh lebih besar dari waktu sebelumnya. Tercatat 300 kapal layar diantaranya 80 kapal besar dan 15.000 prajurit dilengkapi dengan meriam, mesiu dan perbekalan lainnya. Salvo tembakan dari kapal laut mengawali pendaratan pasukan Jepara ke Malaka. Perang berkecamuk dengan hebatnya selama 3 bulan sebelum akhirnya prajurit- prajurit Jepara terpaksa mundur ke laut karena kalah persenjataan. Sekitar 2/3 pasukan dan kapal Jepara hancur dalam pertempuran dan sisanya mundur ke Jepara.
Dikatakan, kuburan sekitar 7.000 orang Jepara korban penyerbuan itu masih bisa dijumpai di Malaka.
Ratu Kalinyamat meninggal pada tahun 1579.
Sumber
Akun Facebook Pribadi Agung Sujagad - Grup Facebook Sejarah Kerajaan Jawa (Histories of The Java Kingdom)