Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.
Baca Juga: 'Abdullah bin Abbas' Sang Ulama Umat Ini
Inilah sejarah singkat tentang kemerdekaan indonesia, dan yang masih menjadi pertanyaan adalah siapa yang berperan penting dalam perjuangan merebutkemerdekaan negara indonesia tersebut, jawaban yang paling tepat adalah perannya santri dan kyai pada saat itu.
Nurcholish Madjid dalam Buku “Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional” memiliki pandangan tentang makna santri. Pertama kata “santri” berasal dari bahasa Sangskerta “sastri” yang berarti melek huruf. Kedua, kata “Santri” dari bahasa Jawa “Cantrik” berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.
Santri adalah siswa yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ulama, yang dididik menjadi pengikut dan pelanjut ulama yang setia. Kehadiran santri dan pesantren dalam rangka pembagian tugas umat Islam. Hal tersebut merupakan pengejawantahan QS. At Taubah ayat 122 yang artinya “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Dalam “Revitalisasi Karakter Santri di Era Milenial” “santri” berasal dari bahasa Inggeris, SUN (Matahari) dan Three (tiga) menjadi tiga matahari. Maksud dari tiga matahari itu yaitu tiga keharusan yang harus dimiliki seorang santri yaitu, Iman, Islam dan Ihsan. Sedangkan dalam buku “Kiai juga manusia, Mengurai Plus Minus Pesantern” menurut KH Abdullah Dimyathy bahwa kata “Santri” dapat diurai dari hurufnya (empat huruf Arab yaitu, sin, nun, ta, dan ra). Huruf SIN merujuk pada Satrul aurah (menutup aurat), huruf NUN dari kata Naibul Ulama (Wakil Ulama), huruf TA dari kata Tarkul Maashi (meninggalkan mas’siat) dan huruf RA dari kata Raishul Ummah (Pemimpin Ummat). Sehingga eksistensi seorang santri adalah sosok yang selalu menutup aurat, wakil ulama, meninggalkan segala bentuk maksiat dan sebagai pemimpin ummat. Demikian antara lain makna kata santri itu.
Peran Santri dan Kyai dalam Mempertahankan Kemerdekaan adalah dengan Keterlibatan Kiai, Ulama dan Santri dalam perjuangan tidak boleh dinafikan. Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari perjuangan para Kiai dan Santri, Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, rupanya bangsa penjajah tidak tinggal diam. Inggeris bergandengan dengan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ingin kembali menguasai Indonesia yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Umat Islam tidak tinggal diam. Pendiri Nahdhatul Ulama Hadratus Syech KH. Hasyim As’ari bersama para kyai dan santri perwakilan NU di seluruh Jawa dan Madura menyerukan jihad melawan penjajah. Deklarasi itu terjadi pada tanggal 22 Oktober 1945. Belakangan deklarasi itu populer dengan istilah Fatwa Resolusi Jihad.
Baca Juga: 'Abdullah bin Abbas' Sang Ulama Umat Ini
Selanjutnya setelah tanggal 22 Oktober 1945 para Kyai dan Santri mulai bergerak dan berdatangan ke Surabaya sebagai bentuk perlawanan terhadap pasukan Inggris dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang datang. Seruan jihad yang dikumandangankan dari masjid ke masjid, dari musholla ke musholla. Bung Tomo pada tanggal 24 Oktober 1945 berpidato di Radio berpesan kepada arek-arek Surabaya agar jangan berkompromi dengan sekutu yang akan datang ke Surabaya. Penyebaran Resolusi Jihad tersebut dengan suka cita disambut penduduk surabaya dengan berapi-api untuk melawan kembalinya penjajah.
Melalui Resolusi Jihad seruan perang suci yang diteriakkan untuk melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali, yang membakar semangat Kiai dan Santri serta arek-arek Surabaya untuk menyerang Markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby pada tanggal 27, 28, 29 Oktober 1945. Pada saat itu Jenderal Mallaby tewas bersama pasukannya. Akibat dari serangan 3 hari tersebut meletuslah perang 10 November 1945, peperangan sengit antara pasukan Inggris yang berhadapan dengan masyarakat pribumi yang didominasi oleh Kiai dan Santri. Ribuan Pahlawan gugur, darah berceceran di Surabaya dan perang sekitar 3 minggu tersebut di catat sebagai perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Peristiwa 10 November 1945 kemudian populer dengan sebutan Hari Pahlawan.
Melalui berbagai perjuangan dan rintangan tersebut maka Negara Indonesia Hari Santri Nasional, Sebuah Pengakuan Pengakuan Pemerintah terhadap peran santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Selanjutnya Hari Santri untuk pertama kalinya digelar pada tanggal 22 Oktober 2016 dengan tema “Dari Pesantren Untuk Indonesia”. Pada tanggal 22 Oktober 2017 peringatan Hari Santri memilih tema “Wajah Pesantren Wajah Indonesia”. Pada tanggal 22 Oktober 2018 perayaan Hari Santri Nasional dengan tema “Bersama santri damailah Negeri”. Pada tanggal 22 Oktober 2019, gelaran Hari Santri Nasional mengusung tema “Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia” dan pada saat itu di tengah wabah COVID-19, 22 Oktober 2020, peringatan Hari santri Nasional mengusung tema “Santri Sehat Indonesia Kuat”.
Contoh saja pada saat itu mengadakan agenda tahunan sebagai wujud pengakuan terhadap peran serta santri dalam membangun dan mempertahankan NKRI tetap diselenggarakan. Sesuai dengan tema Santri Sehat Indonesia Kuat, seluruh rangkaian peringatan Hari Santri 2020 disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, mengedepankan prinsip-prinsip dan kehidmatan, dengan tetap berpedoman pada Protokol Kesehatan dalam rangka pengendalian dan pencegahan Covid-19
Baca Juga: Pendaftaran Siswa Baru Sekolah Lentera Bangsa Telah Dibuka: Pembelajaran Gratis dan Fleksibel
Salah satu dasar pemikiran peringatan hari santri tahun 2020 bahwa pengalaman terbaik, beberapa pesantren berhasil melakukan upaya pecegahan, pengendalian dan penanganan dampak Pandemi Covid-19 menjadi bukti bahwa pesantren memiliki kemampuan di tengah berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Pesantren memiliki modal tradisi kedisiplinan yang selama ini diajarkan kepada santri, keteladanan dan sikap kehati-hatian Kyai dan Pimpinan Pondok Pesantren yang mengutamakan keselamatan santrinya disbanding proses belajar di Pesantren.
Peranan santri untuk negara indonesia sangat luar biasa Jika pada zaman penjajahan, para santri melahirkan fatwa jihad melawan penjajah, kini, santri berperan penting dalam mengawal mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengorbanan santri terhadap negeri yang tercatat dalam sejarah ini patut dihargai, sehingga pemerintah pun mengenangnya setiap tanggal 22 Oktober, Santri berperan penting dalam menghadapi paham-paham yang mengganggu eksistensi dan ideologi negara. Jasa kaum santri sudah diakui secara nasional, mengapa demikian karena santi terdapat empat prinsip yang menjadi basis moral kaum santri, yakni beramal sesuai tuntunan ayat suci Alquran, membangun karakter, membangun skil dengan ilmu pengetahuan, serta mengembangkan kearifan atau kebijaksanaan. Karakter yang dibangun adalah muamalah bil maruf, santri mendapatkan doktrin dari ulama agar jadi orang yang pandai bergaul. Bahkan menurut Yanuar Prihatin, Anggota Komisi II DPR RI dalam paparannya “Santri adalah Indonesia, Indonesia adalah santri. Memperkuat Santri adalah memperkuat Indonesia, melemahkan kaum santri adalah melemahkan Indonesia”.