LENTERATIMES.COM - Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun berkaca dari proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017 dan Pemilu 2019 di mana isu identitas agama sangat memanas pada saat itu, sehingga kemudian mengakibatkan seorang Basuki Tjahaja purnama atau lebih dikenal Ahok harus dijebloskan ke penjara karena pidatonya yang dianggap menodai agama. Selain itu, menjelang Pilpres 2019 muncul fenomena baru dikalangan Masyarakat dengan Istilah cebong dan kampret.
Menurut hemat penulis, dua contoh polemik yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan Pemilu 2019 di atas hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh penggunaan media sosial (medsos) yang terlalu bebas, dan tentu ini akan menjadi ancaman terjadinya disintegrasi sosial sebelum dan sesudah Pemilu 2024 mendatang apabila tidak ada upaya-upaya dari semua pihak untuk memperkuat integrasi nasional.
Di sisi lain perkembangan teknologi yang saat ini kita alami sangatlah membawa dampak terhadap perubahan kehidupan sosial. Sehingga mempengaruhi dalam interaksi antar masyarakat, begitupun dengan hajat demokrasi yang akan kita laksanakan di tahun 2024.
Cara pandang masyarakat tentang pemilu akan berbeda, karena pengaruh informasi yang sangat cepat dan mudah untuk diakses. Medsos menjadi salah satu rujukan masyarakat dalam menilai, memahami serta mengawasi pemilu yang saat ini sudah memasuki tahapan.
Maka hal ini harus menjadi peluang bagi semua intansi terutama penyelengara dari tingkatan pusat sampai yang terbawah untuk dapat memanfaatkan teknologi, yakni medsos dalam mensosialisasikan dan menyuguhkan informasi-informasi terkait dengan tahapan, peraturan dan teknis pelaksanaan Pemilu sehingga dapat menangkal informasi-informasi yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi penyebab lahirnya disintegrasi sosial.
Di samping penyelenggara Pemilu yang harus menyuguhkan informasi-informasi terkait dengan tahapan, peraturan dan teknis pelaksanaan Pemilu, aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia diperlukan hadir dalam mensosialisasikan hukum pidana bagi pengguna medsos yang menyebarkan informasi-informasi yang sifatnya hoaks, ujaran kebencian dan mengganggu kesataun dan persatuan bangsa sekaligus memantau medsos sehingga dapat dengan cepat menindak pengguna-pengguna medsos yang melanggar hukum.
Maka ada dua peran yang harus dipahami sebagai penyelenggara dalam menggunakan medsos ini. Pertama jadikan medsos sebagai sarana untuk mensosialisaikan tahapan-tahapan Pemilu dan kedua penyelenggara dan intansi Kepolisian harus mengawasi pengguna medsos, khususnya para peserta pemilu dan para pendukungnya.
Dengan melakukan dua peran ini, diyakini pelaksanaan Pemilu 2024 akan berjalan sehat dan terhindar dari disintegrasi sosial, baik sebelum maupun setelah pemilu. Hari ini Pemilu 2024 sudah mulai menjadi obrolan harian di tengah-tengah masyarakat dimana sumber informasi yang mereka dapat adalah medsos.
Suasana persaingan antar peserta sudah sangat terasa hangat. Jika proses Pemilihan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 dan Pemilu 2019 yang menyebabkan disintegrasi sosial secara nasional terulang, tentu hal tersebut sangatlah bertolak belakang dengan definisi Pemilu itu sendiri.
Pemilu 2024 adalah sarana integrasi bangsa, diperlukan adanya kontribusi dari semua lapisan masyarakat, lembaga negara dan aparat penegak hukum serta peserta pemilu.
Oleh karena itu, menyajikan informasi yang akurat adalah tugas kita bersama, baik penyelenggara, peserta maupun Intansi terkait sehingga masyarakat dapat menerima informasi yang layak untuk di konsumsi.
Selain itu, pendidikan pemilih melalui medsos harus menjadi satu gerakan bersama bahwasannya jangan jadikan Pemilu 2024 nanti sebagai arena pertempuran politik, tapi jadikan Pemilu 2024 nanti sebagai sarana integrasi bangsa sehingga kesatuan dan persatuan tetap akan terjaga walaupun berbeda pilihan sebagaimana disampaikan Bung Karno, "Dan sebagai sudah kukatakan berulang-ulang, janganlah pemilihan umum ini nanti menjadi arena pertempuran politik demikian rupa, hingga membahayakan keutuhan bangsa”.***
Penulis: Juhdi, anggota PPK Megamendung, Kabupaten Bogor.
Artikel Terkait
PPK di Pemilu 2024 Harus Jaga Integritas, Bogor Jadi Wilayah Terbanyak Pemilihnya se-Indonesia
Bogor Punya 1300 Anggota PPS untuk Pemilu 2024, Ini Pesan Plt Bupati Bogor
Pleno DPSHP Pemilu 2024, Hampir 10 Ribu Pemilih di Bogor Tak Memenuhi Syarat
Kapolda Jabar Turun ke Bogor, Plt Bupati: Kita Sepakat Jaga Kondusifitas Jelang Pemilu 2024