LENTERATIMES - Letnan Jenderal TNI Mochamad Jasin geram. Mantan Pangdam di Buwijaya itu menjadi murka ketika mengetahui putrinya dilecehkan oleh seorang Brigadir Jenderal TNI.
Kemarahan Jasin terjadi pada tahun 1973. Cerita bermula ketika jenderal kelahiran Aceh itu mengantar putrinya yang berusia 22 tahun ke bandara. Putra Jasin pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya.
Dia bersiap untuk pergi ke London untuk belajar bahasa Inggris. Di bandara, Jessin bertemu dengan Bustanil Ariffin yang juga berencana mengambil penerbangan yang sama menuju London. Bustanil tidak asing dengan Jasin karena dia adalah sama-sama seorang perwira tinggi TNI AD.
Baca Juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Pakai Bom Panci dan Residu TATP, Ini Fakta-Faktanya
Bustanil yang saat itu masih berpangkat brigadir jenderal dan bertugas di luar struktur TNI diangkat dengan nama samaran sebagai Kepala Bulog. Sebagai rekan, Jasin pun meminta Bustanil membantu putrinya. Masalah muncul ketika sang anak tiba di Inggris.
"Ketika anak perempuan Jasin tiba di London, ia menulis surat kepada ayahnya bahwa selama penerbangan Bustanil Arifin telah berbuat kurang ajar kepadanya," kata David Jenkins dalam bukunya Soeharto & Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983, dikutip Kamis 8 Desember 2022.
Jasin jelas antitesis dari Bustanil. Dalam segala hal, Bustanil adalah antitesis dari Jasin. Menurut Jenkins, Jasin adalah seorang jenderal lapangan dan pejuang. Dan Bustanil adalah seorang jenderal istana yang mengurus semuanya. Jika Jasin adalah seorang yang jujur, ikhlas dan hemat, maka Bustanil adalah seorang pebisnis yang tak kenal lelah.
Baca Juga: Buah Nanas Bisa Turunkan Kolesterol? Simak Faktanya
"Bustanil bulat montok, ceria dan memanjakan diri sendiri. Ia jenis orang yang memiliki segala kenikmatan hidup," ucap Jenkins.
Bustanil Dihajar
Jasin sebenarnya berharap Soeharto memberikan sanksi atas perilaku Bustanil terhadap putrinya. Kejadian di pesawat sudah dilaporkan ke pihak Istana. Apa daya, presiden diam. Tidak ada tindakan yang diambil terhadap mantan Komandan Batalyon III IRMA III itu.
Keheningan Pak Harto jelas membuat dada Jasin membuncah. Apalagi ketika jenderal yang menjabat wakil KSAD itu ingin bertemu lagi, Soeharto menolak. Kemarahan Jasin tak bisa lagi diredam. Suatu hari, ia mengajak Bustanil ke rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta.
"Jasin menampar muka dan memukulnya. Bustanil sebagai seorang jenderal bintang satu tidak mencoba mempertahankan diri," kata Jenkins.
Baca Juga: Tempat Kedai Kopi di Jakarta dengan Barista Disabilitas
Artikel Terkait
Kisah Piala Dunia 1994 - 2022, Mulai dari Pembunuhan Andres Eskobar Sampai Kontroversi Korea Selatan
Suku Misterius di Indonesia yang Hidup di Air
Obat HIV/AIDS Tidak Terjangkau, Negara ini Memberikan Obat Gratin untuk Masyarakat Miskin
Memperingati Hari Difabel, Berikut Sejarahnya